“Baik Bapak Ibu…. Tolong perhatikan saya. Aturan dalam permainan ini adalah…..”
Kami semua pun mencermati aturan main yang harus kami perhatikan dalam permainan yang akan kami lakukan. Dan begitu permainan dimulai, ternyata bukan hanya hasil akhir yang penting. Bukan hanya siapa yang menang dan siapa yang kalah, tetapi juga proses selama permainan itu. Siapa yang keluar jalur dari aturan yang ditetapkan, siapa yang bisa berkreasi dan berkompetensi tetapi tetap berada dalam jalur.
Biarpun hasilnya bagus, jika menyalahi aturan dalam prosesnya, ternyata tidak sesuai tujuan. Dan tentu saja itu dinyatakan kalah dan didiskualifikasi / digugurkan. Sayang sekali bukan? Begitulah proses yang kami alami selama beberapa hari mengikuti kegiatan pengembangan diri itu. Bagi saya pribadi, bukan hanya hasil akhir dari setiap sesi yang penting, tetapi justru selama berproses. Ternyata aturan memang memegang peranan penting. Mengapa?
Saya masih ingat betapa repotnya kami saat harus menjelaskan mengapa harus ada peraturan ke anak-anak. Lalu mengapa harus ada sanksi? Kebanyakan kami menjawab aturan ada karena untuk menjaga kelancaran sebuah proses, aturan ada untuk membentuk kedisiplinan, aturan ada untuk menjaga ketertiban, dan lain sebagainya. Tentu jawaban itu tidaklah salah. Tetapi yang sulit adalah menanamkan pengertian dan pemahaman kepada setiap orang akan pentingnya aturan itu sendiri. Bukan hanya karena harus mematuhi, tetapi sadar mengapa memperhatikan aturan itu sendiri.
Mungkin perlu ditanamkan bahwa mematuhi aturan adalah suatu bentuk dari latihan diri agar kita bisa mengendalikan diri terhadap segala keadaan yang ada. Mau tidak mau, dimanapun dan kapanpun kita berada, kita akan selalu menemui keadaan yang ‘membatasi’ kita. Jika kita terbiasa tidak mematuhi aturan, maka kita akan susah mengendalikan diri maupun susah beradaptasi. Lebih lanjut, jika dibiarkan semaunya saja, kita akan menjadi makhluk yang berbahaya.
Ada banyak contoh yang membuat saya berpikir akan bahayanya makhluk hidup jika tidak ada aturan yang membatasi. Saat kita melihat pertunjukkan sirkus dengan menggunakan binatang buas, tentulah ada pagar pembatas dengan penonton. Jika tidak ada pagar, bukan tidak mungkin suatu saat binatang buas tadi akan lepas kendali dan melukai penonton bukan? Atau saat saya melihat ular yang baru ditangkap oleh warga. Ular tersebut dimasukkan dalam kandang berjeruji kawat, sehingga ular tersebut biarpun tidak nyaman karena jadi bahan tontonan, ia hanya mampu berputar-putar di dalam kandang. Coba jika tidak ada kandang, bukankah ia bisa tidak terkendali dan membahayakan banyak orang? Sama halnya saat saya melihat ikan piranha peliharaan tetangga saya. Dia begitu marah saat digoda dengan telunjuk tangan yang digesek-gesekkan ke kaca aquarium dari luar. Coba jika tidak ada kaca pembatasnya, bukankah ia akan benar-benar memakan jari-jari saya?
Dan bagi manusia, aturan bukanlah hanya sebatas pembatas. Ia terlebih pengkondisian pikiran. Jika dibiarkan lepas tanpa kendali, bukankah pikiran kita sangatlah tidak terbatas? Apalagi manusia juga mempunyai naluri yang tidak bisa diduga sampai mana batas akhirnya. Maka adanya aturan akan membuat kita menjaga gerak pikiran sampai batas-batas tertentu, karena jika tidak dibatasi, maka manusia akan jauh lebih berbahaya daripada hewan. Dan sekarang ini bukankah sudah terbukti, betapa manusia bisa menjadi jauh lebih kejam daripada binatang? Baru pagi tadi saya melihat berita di televisi, bagaimana seseorang tega membunuh anak kecil tetangganya karena ia berselisih paham dengan ayah anak tadi. Lihat, bukankah si anak kecil tidak ada salahnya dengan dia? Dan sekali lagi, manusia jauh lebih kreatif. Agar tertutupi jejaknya, anak tadi setelah dibunuh tubuhnya dilapisi semen, sehingga dikira banyak orang sebagai patung anak kecil. Bukankah ini menandakan bahwa pikiran kita akan menjadi sangat berbahaya jika tidak dibiasakan dilatih dengan batasan-batasan? (Set).